Senin, 16 November 2009

The Sigit



Band ini terbentuk tahun 2002. Masing-masing personel sudah berteman baik sejak semasa SMP. Tapi kemudian satu per satu mereka mendirikan grup band masing-masing. Hingga pada akhirnya mereka bertemu lagi saat kuliah, dan sepakat membentuk grup band baru yang dinamakan The S.I.G.I.T. Grup yang diawaki empat orang personel Rektivianto Yoewono (vokalis dan gitar), Farri Icksan Wibisana (gitaris), Aditya Bagja Mulyana (bass), dan Donar Armando Ekana (vokalis dan drummer).

Mereka berasal dari perguruan tinggi di Bandung. Rekti saat ini sedang menyelesaikan S2 di Teknik Lingkungan ITB, Adiet sarjana IT dari Universitas Maranatha Bandung. Kalau Achiel Sarjana S1 Arsitektur Universitas Parahyangan sementara Farri sedang studi S2 di jurusan Arsitek ITB. Wah pintar-pintar yah, calon master yang jago di bidang musik.

Saat jumpa pers sebelum manggung Jumat siang (9/5) The S.I.G.I.T hanya bersama tiga orang personelnya, kebetulan Rekti sang vokalis masih menyelesaikan laporan tesisnya, sehingga datang malam saat akan pentas. Mereka menjelaskan kenapa band mereka lebih banyak menggunakan lirik bahasa Inggris, apa karena memang mereka fanatik bahasa Inggris? Achiel menjelaskan kenapa bahasa Inggris yang mereka pakai dalam kata-kata di liriknya karena mereka ingin beda, dan sederhananya mereka lebih senang main dengan kata-kata bahasa Inggris. “Kalau dengan bahasa Inggris lebih mudah mendapat gabungan kata, dan maknanya lebih dalam,” ujarnya.

Hampir semua lagu mereka kemas dalam bahasa Inggris, tapi bukan berarti tidak ada bahasa Indonesianya. Di album pertama yang juga berjudul The S.I.G.I.T dirilis tahun 2004 banyak juga yang memakai bahasa Indonesia. Di album keduanya yang berjudul VISIBLE IDEA OF PERFICTION yang dirilis tahun 2006 judul lagu-lagu andalannya seperti Soul Sister juga dikemas dalam bahasa Inggris. Nowhere End dan All the Time yang bercerita tentang cinta, walau dengan sudut pandang yang tak biasa. Yah, begitulah The S.I.G.I.T memang senang mengekspresikan kata-kata lewat bahasa Inggris, itu juga karena mereka memang lebih sering manggung di luar negeri. Seperti di Australia dan Singapura.

Bukan berarti kalau udah main di dua negara itu terus puas. Mereka masih memendam keinginan tampil di Texas, Amerika Serikat, dalam ajang South by South West. “Maret kemarin, mestinya kami main di sana, tapi terlambat mengurus visa,” ujar Farri, sang gitaris.

South by South West merupakan ajang bergengsi tahunan, grup bandnya dari seluruh dunia, ajang tahunan bagi grup musik, dari lokal hingga progresif. Untuk bisa tampil di ajang itu mereka tentu saja harus mendaftar jika nama band mereka keluar, maka akan dipanggil dan mengisi di sesi line up. “Di ajang itu banyak produser-produser luar yang bakal ngelirik, jika musik yang dimainkan memang bagus, kita bisa ditawari manggung,” kata Farri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar